Electronic Resource
Model Pembelajaran Al-Quran untuk Meningkatkan kualitas Bacaan Siswa (Studi Kasus di SMK Muhammadiyah Kartasura)
Nada Miladunka, S.H (01):
A. Model Pembelajaran Al-Qur’an
1. Model Model dapat diartikan sebagai penyederhanaan (simplikasi) sesuatu yang kompleks agar mudah dipahami. Model dapat pula diartikan sebagai seperangkat langkah atau prosedur secara urut dalam mengerjakan suatu tugas. Model dapat pula diartikan sebagai representasi grafik untuk menggambarkan situasi kehidupan nyata atau seperti yang diharapkan (Wahjudi, 2012 : 23). Menurut Abuddin Nata setidaknya ada 3 (tiga) macam model pembelajaran agar pembelajaran menjadi menyenangkan untuk siswa. Model-model pembelajaran tersebut adalah: 1) Model Quantum Teaching Quantum Teaching adalah ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitas supercamp yang diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Eccelerated Learning (Luzanov), Muiltiple Intellegence (Gardner), NeuroLinguistic Programming (Ginder dan Bandler), Experiental Learning (Jhonson and Jhonson), and Elemen of Effective Instruction (Hunter). Selain itu, menurut Nasution (dalam Abuddin, 2009: 231), “Quantum teaching juga dapat diartikan sebagai pendekatan pen gajaran untuk membimbing peserta didik agar mau belajar. Menjadikan sebagai kegiatan yang dibutuhkan peserta didik. Di samping itu untuk memotivasi, menginspirasi dan membimbing guru agar lebih efektif dan sukses dalam mengasup pembelajaran sehingga lebih menarik dan menyenangkan. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi lompatan kemampuan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan”.
2) Model Problem Base Learning (PBL) Problem Base Learning adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah. Model Kooperatif dan Interaktif Learning Model pembelajaran cooperative learning dan interactive learning adalah model pembelajaran yang terjadi sebagai akibat dari adanya pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok. Pendekatan ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan paradigma baru dalam pendidikan yang antara lain, bahwa pendidikan di masa sekarang, bukanlah lagi dilihat semata-mata “mengisi air ke dalam gelas” atau sekedar mengisi otak anak dengan berbagaiteori atau konsep ilmu pengetahuan, melainkan pengajaran yang lebih bersifat “menyalakan cahaya”, yaitu mendorong, menggerakkan, dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan imaginasi dan inspirasinya secara aktual. Model pembelajaran dengan paradigma baru ini menempatkan guru bukan sebagai orang yang serba tahu yang dengan otoritas yang dimilikinya dapat menuangkan berbagai ide dan gagasan, melainkan hanya sebagai salah satu sumber informasi, penggerak, pendorong, dan pembimbing agar peserta didik dengan kemauannya sendiri dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang selanjutnya mengarah pada terjadinya masyarakat belajar (learning society) (Abuddin Nata, 2009:231-257).
3) Model guru Asuh Menurut penjelasan kepala SMK Muhammadiyah Kartasura Bapak Haryanto, maksud dari guru asuh dalam model pembelajaran alQur’an adalah bimbingan secara intensif yang diberikan oleh Bapak atau Ibu guru kepada siswa dalam mengenal huruf al-Qur’an, (Hijaiyah), makhorijul huruf dan cara atau kaidah membacanya (tajwid). Sedangkan definisi bimbingan menurut Stoops (dalam Djumhur&Surya, 1995: 25) adalah suatu proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar- besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat. b. Pembelajaran Al-Qur’an Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah mashdar yang diartikan dengan arti isim maf’ul yaitu maqru yang artinya dibaca. Sedangkan menurut istilah ahli agama (‘urf syara’) ialah nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang ditulis dalam mushaf (Hasbi, 1994: 1-2). Menurut Fetullah, alQur’an adalah sebuah kitab suci Allah yang telah Dia Swt.benamkan di dalam kalbu Rasul-Nya Muhammad Saw. untuk memberi petunjuk kepada manusia, dan seluruh alam semesta ini, agar berjalan menurut hukum-hukumNya. Sehingga dengan bimbingan al-Qur’an, manusia ada yang memilih kebinasaan, dan ada pula yang meraih hidup bahagia bersamanya ( Fetullah, 2011: 7 ). Sedangkan menurut Qurays Shihab, al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada suatu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi alQur’an al-karim, bacaan sempurna lagi mulia itu (Quraish Shihab, 1996:3). Dari pengertian-pengertian al-Qur’an di atas dapat dijelaskan bahwa alQur’an adalah bacaan sempurna lagi mulia yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Dengan demikian pembelajaran al-Qur’an adalah proses pendidik dalam mengajarkan dan membimbing al-Qur’an kepada peserta didik agar mampu memilih jalanya.
Nada Miladunka, S.H (05):
A. Model Pembelajaran AlQur’an 1. Model Model dapat diartikan sebagai penyederhanaan
(simplikasi) sesuatu yang kompleks agar mudah dipahami. Model dapat pula diartikan
sebagai seperangkat langkah atau prosedur secara urut dalam mengerjakan suatu tugas.
Model dapat pula diartikan sebagai representasi grafik untuk menggambarkan situasi
kehidupan nyata atau seperti yang diharapkan.
B. Usaha meningkatkan kualitas Bacaan Al-Qur’an
1. Kompetensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran al-Qur’an. Salah satu kewajiban guru
adalah meningkatkan kualitas hasil kerjanya. Berbagai cara dapat dilakukan utuk itu, di antaranya
adalah meningkatkan kualitas bahan ajar yang dalam hal ini sangat berhubungan dengan sejauh
mana guru menguasai bahan ajar yang diajarkannya. Kemampuan dan kemauan untuk terus-
menerus meningkatkan mutu keahlian mata pelajaran yang diajarkan, akan meningkatkan salah
satu bagian dari kurikulum, yaitu unsur bahan ajar (Soekartawi dkk, 1995 : 2
2). Sebagai pelaksana kurikulum, maka para guru dituntut untuk memiliki kemampuan
(kompetensi) tertentu. Mereka tidak saja harus ahli dalam bidang yang diajarkannya, tetapi juga
dalam proses mengajarkan bidang keahlian tersebut. Raka Joni (dalam Soekartawi dkk, 1995: 23)
menggambarkan profil kompetensi seorang pendidik atau guru yang terdiri dari 5 komponen yaitu
: a). Kompetensi pertama seorang guru sebagai tenaga pengajar adalah penguasaan bahan ajar,
termasuk memahami bagian yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan bahan mana yang harus
diberikan pada siswanya.
b). Kompetensi penguasaan teori kependidikan yang berupa prinsip, strategi dan teknikteknik
keguruan kependidikan. Sebagaimana kawasan kegiatan profesional yang lain, profesi tenaga
pengajar membutuhkan dukungan keilmuan tertentu.
c). Kompetensi berupa kemampuan merancang program pengajaran, baik untuk sajian keseluruhan
bahan ajaran dalam satu semester, dalam satu mata kuliah, ataupun dalam satu topik bahasan.
d). Kompetensi berupa kemampuan dalam mengadakan penyesuaianpenyesuaian sesaat di dalam
pengelolaan kegiatan belajar mengajar
e). Kompetensi berupa kemampuan menguasai sikap, nilai dan kepribadian yang menunjang
penyikapan serta pelaksanaan tugastugas sebagai pendidik. Siswa belajar dari gurunya bukan saja
dari apa yang secara langsung diajarkan. Tetapi juga dari sikap, nilai dan kepribadian gurunya,
yang terlibat saat yang bersangkutan melaksanakan proses belajar mengajar. Bila guru sudah
mempunyai kompetensi untuk mengembangkan kualitas PBM, maka ia akan mampu pula
merancang, menyajikan dan mengevaluasi pengajarannya
2. Cara Menguasai Bacaan AlQur’an
menurutnya ada tiga cara untuk menguasai bacaan al Qur’an,
a. Tahqiq, yaitu memberikan kepada setiap huruf hakhaknya, seperti menyempurnakan mad,
membaca hamzah dengan tahqiq, menyempurnakan harakat, berpedoman kepada bacaan
dengan idzhar dan tasydid, menjelaskan hurufhuruf dan memilahmilahnya serta
mengeluarkan dari tempatnya dengan sakt,tartil, pelan-pelan dan memperhatikan waqaf-
waqaf yang boleh, tanpa mengurangi dan menyembunyikan, tanpa memberikan sukun
kepada huruf yang berharakat dan tanpa meng-idgham- kannya.
b. Hadar, yaitu dengan mempercepat bacaan dan meringankannya dengan cara qashr dan
sukun, mengganti harakat, idgham yang besar, meringankan bacaan hamzah, dan lainnya
yang berpedoman kepada riwayat-riwayat yang shahih dengan memperhatikan kebaikan
i’rab dan penyempurnaan lafadz, menyempurnakan huruf-huruf tanpa memotong bacaam
mad, dan menghilangkan bacaan harakat dan suara ghunnah serta berlebih-lebihan sampai
menyebabkan bacaan itu tidak sah dan tidak dapat disebut sebagai tilawah. Membaca
alqur’an dengan cara ini adalah madzhab Ibnu Katsir dan Abu Ja’far serta termasuk
membaca dengan qashr pada mad munfashil seperti Abu Amru dan Ya’qub.
c. Tadwir, yaitu pertengahan antara dua keadaan, inilah yang diriwayatkan dari kebanyakan
imam qira’ah dari mereka yang membaca dengan mad pada mad munfashil dan tidak
mencapai derajat penyempurnaan. Inilah madzhab para imam qira’ah yang lain dan inilah
yang dipilih oleh kebanyakan para pembaca.
Tidak tersedia versi lain