Electronic Resource
Wawasan Al-Quran tentang Metode Pendidikan
Tafsir dan Pembahasan Mengingat dan menimbang banyaknya ayat yang menjelaskan tentang metode pendidikan, maka dalam hal ini penulis hanya melihat 3 ayat saja dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Ayat-ayat tersebut seperti Surat An-Nahl ayat 125, Al-qur’an surat Yusuf ayat 111, dan surat Al-Maidah 67. Penjelasan tentang metode pendidikan oleh para ahli di atas tentunya memiliki dasar atau landasan kuat untuk terciptanya metode pendidikan yang baik. Berkacamata pada sumbernya maka, apa yang terjadi selama ini dengan temuan-temuan metode pembelajaran yang baru ternyata jauh daripada itu dalam pendidikan Islam al-Qur’an sendiri telah memberikan gambaran tentang metode pendidikan yang temukan dibeberapa surat dan ayat-Nya. Artinya bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan yang lebih awal memberikan gambaran tentang metode pendidikan yang dapat digunakan dalam menjalankan proses pendidikan. Namun dalam beberapa tahun belakangan lebih terkenal dengan istilah modern seperti kooperatif, inkuiri, ekpositori, dan lain sebagainya. Sungguh sangat elok jika kajian ini melihat sisi objektivitas al-Qur’an dalam menggambarkan metode pendidikan yang diqiyaskan melalui kisah atau
sejarah perjalanan hidup para Nabi atau orang-orang terdahulu melalui beberapa ayat dalam alQur’an sebagai berikut: Surat An-Nahl ayat 125 Teks Surat An-Nahl ayat 125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk a. Asbabun Nuzul ayat Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman
Rasulallah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnyaayat tersebut. Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab annuzul-nya (andaikata ada sabab an-nuzul-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum. Ini berdasarkan kaidah ushulا Artinya: “Yang menjadi patokan adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab Setelah kata ud‘u (serulah) tidak disebutkan siapa obyek (maf‘ûl bih)-nya. Ini adalah uslub (gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian umum (li at-ta’mîm). Dari segi siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meski ayat ini adalah perintah Allah SWT kepada Rasulullah SAW, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam. b. Tafsir ayat dan Pembahasan Pada awalnya ayat ini berkaitan dengan dakwah Rasulullah SAW. Kalimat yang digunakan adalah fiil amr “ud’u” (asal kata dari da’a-yad’u-da’watan) yang artinya mengajak, menyeru, memanggil.
Dalam kajian ilmu dakwah maka ada prinsip-prinsip dalam menggunakan metode dakwah yang meliputi hikmah, mau’idhoh hasanah, mujadalah. Metode ini menyebar menjadi prinsip dari berbagai sistem, berbagai metode termasuk komunikasi juga pendidikan. Seluruh dakwah, komunikasi dan pendidikan biasanya merujuk dan bersumber pada ayat ini sebagai prinsip dasar sehingga terkenal menjadi sebuah metode. Dalam tafsir Al-Maraghi dijelaskan bahwa Rasul diperintahkan untuk menyeru orang-orang yang kau diutus kepada mereka dengan cara menyeru mereka kepada syariat yang telah digariskan Allah bagi makhluknya melalui wahyu yang diberikan kepadamu dan memberikan mereka pelajaran dan peringatan yang diletakkan di dalam kitab-Nya sebagai hujjah atas mereka, serta selalu diingatkan kepada mereka seperti diulang-ulang di dalam kitab ini. Dan hendaklah mereka dengan bantahan baik dari pada bantahan lainnya. Seperti memberi maaf kepada mereka jika mereka mengotori kehormatanmu, serta bersikaplah lemah lembut terhadap mereka dengan menyampaikan kata-kata yang baik . Secara etimologi metode berasal dari bahasa Greeka, yaitu “Metha” artinya melalui atau melewati dan “Hodos” artinya jalan atau cara (Ahmadi, 1985: 9). Dalam kajian keislaman metode berarti juga “Thoriqoh”, yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan (Ramayulis, 2006: 184).
Dengan demikian metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran. Adapun secara terminologi, para ahli pendidikan mendefinisikan metode sebagai berikut: 1). Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. 2). Abd. Al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran. 3). Ahmad Tafsir mendefinisikan metode mangajar adalah cara yang paling tepat dan
cepat dalam mengajarkan mata pelajaran . Dalam tafsir Al-Maroghi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dianjurkan untuk meniru Nabi Ibrahim yang memiliki sifat-sifat mulia, yang telah mencapai puncak derajat ketinggian martabat dalam menyampaikan risalanya Dalam surat An-Nahl (lebah) ayat 125 ini, terdapat tiga prinsip dalam implementasi metode penyampaian (pendidikan, pembelajaran, pengajaran, komunikasi dan sebagainya) yaitu:
1. Al-Hikmah Dalam bahasa Arab al-hikmah artinya ilmu, keadilan, falsafah, kebijaksanaan, dan uraian yang benar (al-
Habsy, 1989: 64). Menurut Mustafa dalam Tafsir Al-Maraghi menjelaskan kata al-Hikmah adalah perkataan yang kuat disertai dengan dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan kesalahan pahaman. Al-hikmah berarti mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan, selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan pemilihan metode dengan memperhatikan audiens atau peserta didik diperlukan kearifan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Imam al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya (Nabi diperintahkan untuk mengajak umat manusia kepada agama Allah (dinullah) dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan sikap bermusuhan. Hal ini berlaku kepada kaum muslimin seterusnya sebagai pedoman untuk berdakwah dan seluruh aspek penyampaian termasuk di dalamnya proses pembelajaran dan pengajaran. Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar
manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang. Al-Hikmah dalam tafsir At-Thobari adalah menyampaikan sesuatu yang telah diwahyukan kepada nabi. At-Thobari menguraikan (At-Thobari, 1996: 663): يقول بوحى الله الذى يوحيه
اليك وكتابه الذى نزله عليك بالحكمة Hal ini hampir senada dengan Mustafa Al-Maroghi bahwa al-hikmah cenderung diartikan sebagai sesuatu yang diwahyukan. Demikian pula dalam tafsir Al-Jalalain, alhikmah diartikan dengan al-Qura’nul karim sebagai sesuatu yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tidak tersedia versi lain