Electronic Resource
Pedoman Penulisan Aksara Jawa
Fitri Kurniawati S.Pd (03):
Pedoman Penulisan Aksara Jawa
Aksara Jawa merupakan Aksara yang digunakan oleh masyarakat Jawa sejak jaman dulu. Aksara Jawa berkembang pada masa kejayaan kerajaan Majapahit. Ketika imperium Islam mulai memasuki tanah Jawa, format dan susunannya berubah seperti yang dikenali sekarang yang disebut Hanacaraka karena susunannya berbunyi ha, na, ca, ra, ka….dan seterusnya. Aksara Jawa berdasarkan pada tata eja Sriwedari atau weton Sriwedari memiliki kelengkapan sebagai
berikut.
1. Aksara nglegena, yang merupakan bentuk dasar Aksara karena belum mendapatkan imbuhan atau sandhangan, menunjukkan ke20 buah Aksara nglegena.
2. Pasangan Aksara nglegena, yang digunakan jika Aksara nglegena berada dibelakang Aksara yang bersifat sigeg (konsonan), yang proses perubahan konsonannya tidak dikarenakan mendapat sandhangan sigeg pangkon.
Pasangan Aksara nglegena diletakkan di bawah Aksara yang dipasanginya kecuali untuk pasangan ha, sa, pa, dan nya. Sedangkan untuk pasangan na dan wa letaknya menggantung pada Aksara yang dipasanginya.
3. Aksara Murda, yang berjumlah delapan buah. Sebelumnya Aksara ini digunakan untuk menulis bunyi Aksara Jawa Kuna. Dalam perkembangannya Aksara Murda digunakan sebagai bentuk kapital dari huruf Jawa, yang digunakan untuk menulis nama, nama negara atau sesuatu yang dihormati.
4. Pasangan Aksara Murda, yang berfungsi untuk menggantikan Aksara Murda jika Aksara Murda tersebut berada dibelakang Aksara yang bersifat sigeg (konsonan), yang proses perubahan konsonannya tidak dikarenakan mendapat sandhangan sigeg pangkon.
5. Aksara Rékan, adalah Aksara yang digunakan untuk menulis ejaan huruf yang diadopsi dari kosakata bahasa Arab.
6. Pasangan Aksara Rékan, yang berfungsi untuk menggantikan Aksara Rékan apabila Aksara Rékan berada dibelakang Aksara yang bersifat sigeg (konsonan), yang proses perubahan konsonannya bukan karena mendapat sandhangan sigeg pangkon.
7. Aksara Swara, yang berfungsi sebagai pelengkap untuk menuliskan kata kata pinjaman dari bahasa asing seperti bahasa Inggris, Indonesia dan bahasa lainnya. Aksara Swara biasanya digunakan sebagai huruf kapital, Aksara ini tidak memiliki pasangan namun tetap bisa mendapatkan sandhangan utamanya yaitu sandhangan sigeg. Jumlah Aksara Swara ada lima buah yang dalam tulisan Latin disebut dengan A I U E O.
8. Angka, yang digunakan untuk menuliskan angka yang dikenal saat ini.
9. Sandhangan, yang merupakan simbol-simbol tambahan untuk mengubah bunyi Aksara. Sandhangan terbagi dalam tiga jenis, yaitu Sandhangan Swara, Sigeg, dan Anuswara.
10. Adeg-adeg atau tanda baca.
Aminin Widiastuti, S.Pd (04):
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional
Indonesia, yang hidup dan dipergunakan dalam masyarakal bahasa yang bersangkulan. Bahasa Jawa
ternyata terus mengalami perkembangan sehingga ejaannya pun perlu disesuaikan dengan
perkembangan tersebut, terutama dalam penulisan aksara Jawa yang makin tidak dikenal oleh
masyarakal. Oleh karena ilu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DIY memutuskan ditetapkan
penyelenggaraan kegiatan penyusunan pedoman penulisan aksara Jawa.
Masalah yang dihadapi antara lain adalah penyesuaian penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa dan
aksara Latin. Penulisan yang sulit tersebut biasanya yang berasal dari kata serapan seperti penulisan
bunyi f dan v, penulisan bunyi yang ucapannya bervariasi, dan penulisan singkatan kata.
Buku pedoman ejaan penulisan aksara Jawa ini disusun dengan berbagai perubahan atas pedoman lama
yang sudah lama pula digunakan. Dengan berbagai perubahan itu dimaksudkan agar pedoman ejaan
yang baru itu menjadi lebih sederhana dalam arti lebih mudah diterapkan dalam penulisan dengan huruf
Jawa, terutama bagi generasi muda. Oleh karena itu, penyusunan pedoman ejaan baru itu juga
bertujuan agar generasi muda tidak makin menjauhi huruf Jawa.
Hal yang perlu disadari ialah bahwa penggantian pedoman ejaan lama dengan pedoman ejaan baru
dalam suatu bahasa merupakan hal yang wajar. Bahasa Indonesia pun telah beberapa kali mengalami
pergantian pedoman ejaan semacam itu. Merupakan hal yang wajar pula apabila pada tahap awal
berlakunya pedoman ejaan yang baru itu, banyak hambatan yang dihadapi.
Dengan adanya pedoman ini penulisan dengan aksara Jawa diharapkan menjadi lebih sederhana dan
lebih mudah dalam pengembangan bahasa dan aksara lawa di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tidak tersedia versi lain