Electronic Resource
Pembelajaran Al-Quran Era Covida-19: Tinjauan Metode dan Tujuannya pada Masyarakat di Kutacane Aceh Tenggara
Pembelajaran Al Qur’an adalah materi utama yang sejatinya wajib untuk diajarkan dan dididikkan pada anak. Al Qur’an sebagai kalamullah mengandung berbagai makna mendalam yang patut ditelaah oleh umat manusia. Untuk itu, sejak usia dasar anak-anak diberikan pembelajaran Al Qur’an sebagai bekal kehidupan dan “modal” mengenali Sang Khalik yaitu Allah SWT, melalui ciptaan-Nya di bumi maupun di langit, memahami Al Quran sebagai pedoman hidup adalah hal prioritas utama. Upaya menghidupkan Al Qur’an atau living Qur’an, merupakan usaha yang dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi atau masyarakat dalam menyikapi berbagai situasi untuk terus melestarikan kajian Al Qur’an di daerahnya, baik dalam aspek sosial, pendidikan, budaya, ritual peribadatan, dan lain sebagainya. Adapun berbagai upaya menghidupkan Al Qur’an tersebut di antaranya yakni dengan menerapkan pembelajaran tahfiz di madrasah, sekolah dan pesantren, membaca surah pilihan, membaca Al Qur’an sebelum beraktivitas, praktik pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an, khataman Qur’an, dan perilaku menghormati mushaf Al Qur’an. Pembelajaran Al Qur’an, idealnya diberikan kepada anak sejak usia dasar. Hal ini ditujukan agar anak mampu memahami Al Qur’an sejak dini dan menumbuhkan kecintaan anak terhadap Al Qur’an. Oleh karena itu, pembelajaran Al Qur’an tidak boleh jeda apalagi berhenti diberikan pada anak dalam situasi dan kondisi apapun, termasuk era pandemi covid-19 yang mewabah di dunia. Pembelajaran Al Qur’an era covid-19 dilaksanakan dengan berbagai cara oleh pendidik di masing-masing daerah. Hal ini didasari kearifan lokal yang berbeda, metode pembelajaran, tujuan dan sasaran pembelajaran yang hendak diterapkan oleh para pendidik. Dengan demikian, pembelajaran yang diberikan juga disesuaikan dengan daerah tertentu. Kondisi tak terduga tersebut, mendasari salah seorang pendidik di Desa Darussalam Kutacane Aceh Tenggara dalam melakukan pembelajaran Al Qur’an di desa tempat tinggalnya. Adapun metode yang dilaksanakan berdasarkan pengamatan lapangan yakni dengan sistem halaqah dan belajar ke rumah. pembelajaran ini dilaksanakan di rumah dengan maksud agar anak dapat belajar dalam situasi dan kondisi yang lebih aman. Sebab, dilakukan di desa tempat anak tinggal. Bahkan, sistem pembelajaran ini terkesan seperti homeschooling di era covid-19, namun pada dasarnya ini adalah upaya dan metode pembelajaran yang patut diberikan kepada anak semasa covid-19. Adapun sistem halaqah dimaksudkan adalah sebagai upaya tetap memberikan ruang bagi anak belajar sosial. Lebih lanjut, emosional anak akan “terasah” dengan sistem pembelajaran tersebut. Sedangkan sistem diundang ke rumah, ditujukan agar anak diizinkan belajar oleh orangtua dalam situasi covid-19 saat ini. Selain itu, sistem pembelajaran dengan meminta anak belajar ke rumah guru adalah metode efektif dilaksanakan di era covid-19. Hal senada dituliskan Masripah dalam artikel ilmiahnya, bahwa pembelajaran dengan mengundang anak ke rumah dapat menciptakan suasana nyaman belajar dan iklim yang kondusif, serta tetap mampu memenuhi kebutuhan belajar anak. Pembelajaran dengan metode halaqah dan mengundang anak ke rumah. Belajar Al Quran tidak boleh terputus dengan kendala apapun termasuk adanya wabah ini, justru seharusnya semakin dekat dengan Al Quran, karena dengan dekat dengan Al Quran akan lebih menguatkan jiwa yang juga berimplikasi terhadap kuatnya imunitas tubuh. Menumbuhkan kecintaan anak terhadap Al Qur’an adalah kewajiban bagi setiap orangtua. Hal ini dimulai dengan membiasakan anak dekat dengan Al Qur’an. Untuk itu, tidak hanya peran orangtua, guru juga memiliki andil yang sangat besar dalam mendidik karakter cinta Qur’an pada anak. Pembelajaran Al Qur’an sejatinya tidak mengenal usia, dididikkan kepada anak sejak dini, bahkan juga kepada orang yang sudah lansia. Berkaitan dengan ini, Assingkily menyebutkan bahwa anak usia dasar idealnya diberikan literasi Al Qur’an sejak dasar. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa literasi Al Qur’an adalah literasi primer bagi anak. Literasi Al Qur’an merupakan materi primer yang dibutuhkan oleh anak. Majid menyebutkan bahwa merefleksikan ayat-ayat Al Qur’an kepada anak, akan mendukung pada perkembangan dan kemampuan literasi anak lainnya. Mendukung hal ini, Nasucha menjelaskan bahwa budaya literasi akan berdampak pula pada kemampuan berbahasa anak. Kesimpulan dari hasil reset ini menunjukkan bahwa: (1) metode pembelajaran Al Qur’an dilakukan dengan sistem halaqah dan belajar ke rumah salah seorang guru; (2) tujuan pembelajaran ini agar anak-anak cinta Al Qur’an sejak kecil dan menghidupkan Al Qur’an di era covid-19; (3) sasaran pembelajaran diberikan kepada anak usia dasar yang berada di Desa Darussalam, Kutacane Aceh Tenggara.
Tidak tersedia versi lain