Electronic Resource
Al-Quran Literacy for Early Childhood with Storytelling Techniques (Literasi Al-Quran untuk Anak Usia Dini dengan Teknik Mendongeng)
Sebagaimana dilansir dalam Pikiran Rakyat 2017, dari sekitar 225 juta muslim,
sebanyak 54% diantaranya termasuk kategori buta huruf Al-Quran, jadi baru 46%
muslim yang melek AL-Quran dan mampu membaca Al-Quran. Jika ditelusuri, kondisi
kemampuan membaca Al-Quran umat Islam tersebut salah satu penyebabnya adalah
kesan pertama yang tidak menyenangkan ketika belajar membaca dan menulis Al-
Quran dalam hal ini penulis sebagai literasi Al Quran. Hal ini terlihat dari proses belajar
yang tidak bermakna bagi anak, anak tidak merasa senang ketika belajar karena teknik-
teknik yang digunakan guru dalam mengenalkan Al-Quran (literasi Al-Quran) tidak
cocok untuk anak dan tidak sesuai dengan perkembangan anak. Guru di lembaga-
lembaga PAUD masih menggunakan teknik konvensional, menuntut anak duduk diam
mendengarkan dan menuliskan. Padahal bagi anak duduk diam menulis dengan alat
tulis yang masih asing digenggamannya merupakan hal yang sulit. Terlebih yang
mereka pelajari adalah membaca dan menulis Al-Quran. Dengan demikian, bagi anak
usia dini, belajar menulis dan membaca Al-Quran menjadi hal yang membosankan dan
jauh dari kata membahagiakan.
Penting bagi orangtua dan guru untuk menggiatkan literasi Al Quran pada
anak-anak dengan teknik yang ramah dan sidukai anak-anak usia dini. Dalam tulisan ini
penulis mengkaji penggunaan teknik bercerita untuk pengenalan literasi Al-Quran pada
anak usia dini. Bercerita merupakan salah satu teknik dianggap salah satu teknik yang
disukai anak, selain bermain dan bernyanyi. Tandayu (Tandayu, 2001) menyatakan
bahwa secra umum terkait ftrahnya, anak-anak menyukai kegiatan bernuansa B-C-M,
yaitu bermain, bercerita dan bernyanyi. Untuk itu, segala unsur pendidikan yang tepat
diberikan kepada anak-anak adalah bertolak dari sudut pandang dunia mereka. Cerita
memiliki daya tarik tersendiri, sebagaimana masih dari Tandayu(Tandayu, 2001) bahwa
dunia anak-anak adalah dunia yang kaya dengan fantasi. Pada umumnya, anak-anak
akan penuh minat mendengarkan sesuatu yang mengarah kepada eksploitasi imajinasi
dan daya fantasinya, seperti cerita-cerita yang disampaikan dengan gaya visualisasi
yang hidup dan eksptesif. Semua itu memang bealasan karena sifat dasar anak
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terutama pada hal-hal yang baru, aneh, dan rahasia
dan fantasi.
Secara sederhana pengertian literasi disampaikan Barrat (2000: 2), Literacy is
how the children learn to read and write. Pengertian lain disampaikan (Aminudin, 2005),
literasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, mengartikan,
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menghitung menggunakan materi cetak dan
tertulis sehubungan dengan berbagai konteks yang berbeda-beda. Berbeda dengan
Neneng (2017: 22), literasi tidak hanya terpaku pada membaca dan menulis saja.
Namun, kemampuan seorang anak untuk mengidentifikasi, memahami, mengkritisi, dan
menciptakan akan terangsang apabila memiliki gairah membaca dan menulis yang
tinggi. Oleh sebab itu, membaca dan menulis dapat dikatakan kemampuan dasar yang
harus dimiliki untuk membangun kemampun literasi yang utuh.
Dari hasil observasi tersebut, terlihat bahwa kegiatan pembelajaran Al-Quran
masih menggunakan cara konvensional. Pengenalan literasi Al-Quran dilakukan
dengan tidak menyenangkan untuk anak. Tandayu (Tandayu, 2001) mengatakan
bahwa secara umum terkait dengan sifat fitrahnya, anak-anak menyukai kegiatan yang
bernuansa B-C-M, yaitu bermain, becerita dan bernyanyi. Dalam hal ini, kegiatan literasi
Al-Quran (baca-tulis) untuk anak usia dini akan lebih efektif dengan menggunakan tiga
hal tersebut. Oleh karena itu, pengenalan literasi Al Quran dilakukan dengan teknik
bercerita. Guru mengemas pembelajran membaca dan menulis Al-Quran melalui
kegiatan bercerita. Pada kegiatan literasi Al-Quran dengan teknik bercerita ini, cerita
yang disampaikan adalah cerita yang berasal dari Al-Quran. Cerita-cerita tersebut
dipilih berdasarkan topik-topik yang disukai oleh anak-anak, seperti cerita binatang.
Beberapa cerita yang di sampaikan pada anak-anak yaitu : Raja Abrahah, Nabi
Sulaeman dan Rombongan Semut, Ashabul Kahfi, Qorun yang kikir, Ratu Balqis dan
burung Hud-hud, Nabi Ismail, Nabi Musa dan Nabi Khidzir, dan Nabi Nuh. Literasi Al-
Quran melalui teknik bercerita lebih menekankan pada pengenalan kosakata yang
berkaitan dengan cerita seperti pada kisah Raja Abrahah: fiilun, duudun dan waroqun.
Strategi bercerita pada anak usia dini sangatlah penting. Melalui strategi
bercerita anak dapat mencurahkan berbagai ide dan pengetahuan yang mereka miliki
tanpa ada rasa takut untuk mengungkapkannya. Kegiatan bercerita membuat anak
merasa nyaman dan aman. Pesan-pesan moral dapat di sampaikan pada anak dengan
mudah, jelas tanpa ada kesan menggurui. Sehingga pesan moral pun dapat lama
melekat bahkan di ingat sepanjang hidupnya. Senada dengan pernyataan ini Apriza
menyatakan karena melalui cerita dengan tema yang sangat menghibur sesuai dengan
kebutuhan dan daya tangkap anak, dapat memberikan respon terhadap anak untuk
mengamati, mendengarkan dan mengimajinasikan apa yang ia tangkap tanpa
memperhatikan hal sekelilingnya. (Apriza, 2017).
Tidak tersedia versi lain